Kamis, 23 Februari 2012

Pak Suyadi Sang Profesor

JERIH payah kurun waktu 47 tahun Suyadi berjuang melestarikan lingkungan peisir, harusnya diganjar Kalpataru. Berkat keseriusannya melakukan penghijauan, kini sekitar delapan kilometer kawasan pantai di Rembang, lebat pohon mangrove/bakau. Warga Dukuh Kali Untu Desa Pasar Banggi Kec/Kab Rembang di usianya yang ke 74, terus berjuang melestarikan alam tanpa pernah bosan.  Seabrek penghargaan telah diterima, seperti dari mantan Gubenur Jawa Tengah  Ismail dan Ali Mufidz. Tahun 2006 menerima penghargaan dari Rahmad Witular. 
"Terakhir menerima penghargaan dari menteri Kehutanan Fredy Numberi tahun 2008 lalu," terangnya.

Ide menanam mangrove berawal tahun 1964 saat Suyadi kembali ke kampung halaman dari merantau di Sumatera. Waktu itu dilihatnya tambak warga selalu terkena abrasi/ erosi laut, sehingga tambak yang sudah ditaburi ikan selalu gagal panen. 

"Berusaha mengatasi problem itu saya mencoba menanam mangrove/bakau di tepian pantai sekitar tambak ikan. Dimaksudkan sekaligus untuk penghijauan dan itupun yang ditanam tidak terlalu banyak," ungkapnya. 

Setelah tanaman tumbuh besar, ternyata problem abrasi teratasi. Akhirnya memutuskan menambah dan memperluas area pantai ditanam mangrove. Hingga sekarang total kawasan pantai yang dihijaukan sekitar delapan kilometer, seluas kurang lebih 70 hektar. 

"Pada awalnya warga sekitar sinis dengan upaya penghijauan ini, namun semua saya lakukan dengan rasa ikhlas dan tidak mengharapkan timbal balik apapun dan dari siapapun," sergahnya.

Ayah enam anak itu memaparkan, hasil pelestarian lingkungan ini tak lain ditujukan untuk warisan generasi mendatang dan diinginkan diteruskan dan diletarikan oleh anak cucu. Hutan mangrove disamping mampu menahan abrasi juga bermanfaat untuk penghijauan dan berkembang biaknya satwa langka. 

"Seperti burung elang, burung hantu, elang laut dan trengiling," tuturnya.

Pria lansia kakek delapan cucu namun masih memilki stamina tinggi itu menambahkan, meski sudah menghijaukan kawasan pantai hingga sepanjang kini, namun dirinya belum merasa puas. Upaya penghijauan pantai akan terus dilakukan dan dikembangkan lebih luas lagi. 

"Untuk bibit yang akan ditanam sudah siap. Bibit tanaman mangrove juga diperjual belikan, diproduksi oleh warga setempat," imbuhnya. 

Sekarang warga desa setempat banyak yang mendukung usahanya. Mereka bergabung membentuk kelompok tani dinamakan "Sido Makmur". Awal dibentuk beranggotakan 14 orang, sekarang mencapai 60 orang. Kegiatan membuat bibit tanaman mangrove, memenuhi order.

"Jenis mangrove yang dibudidayakan ada 6 jenis, resovora, mangronata, apikulata, stilosa, bluguera dan alba. Untuk jenis  bluguera bisa di buat tepung dan adapula yang digunakan sebagai bahan baku sirup. Yakni jenis kasiolaris, berasal dari Pulau Bali," pungkasnya.

Lelaki lugu yang secara otodidak belajar mengenal mangrove, lebih dari separuh usianya dihabiskan bergelut dengan tanaman penghijauan pantai itu sering diundang menjadi pembicara dalam upaya penanganan abrasi. Bahkan beberapa universitas berjurusan kehutanan sering melakukan prkatek kerja dan mengadakan penelitian budidaya mangrove. Satu hal membanggakan, para mahasiswa praktek memberinya gelar 'profesor mangrove'. Walopun hanya lulusan SMP namun pak suyadi memiliki kemauan dan tekad yang kuat untuk berbuat sesuatu agar mendatangkan kemaslakhatan untuk orang banyak...
===================================================================================

Kisahmu akan selalu jadi suri tauladan terindah bagi para pemuda yang mengenal sosok mu duhai Sang Profesor

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Coupons