KULIT tiram dan kerang yang berserakan di bibir pantai apabila dibiarkan begitu saja memang tak ada harganya. Namun apabila tersentuh tangan-tangan penuh daya kreatifitas serta imajinatif, berubah bentuk menjadi benda-benda berharga jual jutaan rupiah. Berawal dari hoby memancing yang dimiliki Suryanto, warga Kelurahan Leteh Kabupaten Rembang, limbah kulit tiram dan kerang yang banyak berserakan bahkan sebagian telah menghuni bak sampah, berubah wajah menjadi kerajinan tangan bernilai estetika dan seni tinggi. Guci, vas bunga, tempat lampu, kuda terbang dan karya terbesar kapal dampo awang karyanya, banyak diburu kolektor kerajinan tangan berbahan kerang. Harga jual antara 100 ribu hingga 5 juta rupiah.
Suryanto bisa dipastikan tiap hari Minggu meluangkan waktu dengan memancing di perairan pesisir Rembang, sering bertanya pada diri sendiri manakala menyaksikan sampah kulit tiran dan kerang yang berserakan. Guru yang juga Kepala Sekolah SDN Kunir Kecamatan Sulang Kabupaten Rembang itu kemudian mencuci limbah itu dengan air laut. “Ternyata setelah bersih di kulit luar terlihat ornamen alami penuh estetika,” ujrnya.
Merasa penasaran, limbah tadi dikumpulkan dan dibawanya pulang. Jiwa seni yang kental mengalir di tubuhnya seolah tak henti mencari jawab benda-benda itu akan dibuat menjadi apa. Dari keisengan memadukan potongan-potongan kulit tiram dan kerang, lantas muncul ide membuatnya menjadi vas bunga.
“Saya kerjakan selama seminggu, ternyata hasilnya memuaskan dan sejak itu waktu senggang yang ada selalu berburu limbah kulit tiram dan kerang,” ungkapnya.
Daya kreativitas terus tumbuh dan mulai membuat karya lain sperti guci, patung dewa ruci, tempat lampu dan puncaknya membuat kapal dampo awang yang identik dengan sejarah kabupaten Rembang. Bahkan karya terakhir yang diajarkan ke murid-muridnya di sekolah yang dipimpinnya, membuat bangga dirinya, sekolah dan kabupaten. “Salah satu siswa kami menjadi juara nasional yang diadakan Departemen Pendidikan di tahun 2008, berkat karya kapal dampo awang berbahan limbah kulit tiran dan kerang ini,” ujarnya dengan bangga.
Suryanto mulai tahun 2009 menggandeng Slamet, guru seni SDN Pulo Kecamatan Rembang kota yang memilki hoby sama, berkongsi mendirikan usaha kerajinan bernama Tiram Art. Sampai kini tak terhitung berapa banyak hasil produksi mereka yang telah terjual. “Namun kami terkendala waktu, karena masing-masing memiliki tanggung jawab sebagai seorang pendidik, sehingga tidak bisa seratus persen fokus berproduksi,” tutur Slamet.
Pernah memutuskan menularkan pengetahuan yang dimilki denganmembuat pelatihan dan berharap dapat merekrut tenaga kerja untuk memproduksi secara massal. Tetapi ternyata dari beberapa orang yang dibimbing tak satupun yang bisa mengerjakan. Hingga akhirnya mereka berdua yang harus merangkai limbah kulit tiran dan kerang menjadi karya seni bernilai tinggi. “Itupun kami kerjakan di luar kesibukan. Sehingga terkadang dalam setahun hanya mampu menghasilkan paling banyak 12 unit aneka bentuk,” ucap Slamet.
Paling lama membuat bentuk kapal dampo awang, membutuhkan waktu satu bulan lebih yang dibanderol 5 juta rupiah pada calon pembeli. Harga yang wajar, mengingat tingkat kesulitannya tinggi dan membutuhkan waktu lama untuk sekali berproduksi,” imbuh mereka kompak.
0 komentar:
Posting Komentar